Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan seluruh pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) berjalan dengan sistem pengawasan ketat. Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan, menyebut, setiap dapur wajib mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang sudah ditetapkan lembaganya.
Ia menjelaskan, sistem pengelolaan itu dirancang untuk memastikan ketepatan sasaran dan mencegah penyimpangan dalam penyaluran dana. “Kami sudah buat SOP dari awal dan sangat rigid, mulai administrasi hingga pelaksanaan di lapangan,” ujar Tigor dalam Forum diskusi Formas dengan tema “MBG Bermanfaat untuk Siapa?”, di Jakarta Selatan, Sabtu (4/10/2025).
Tigor mengatakan, BGN kini telah mengoperasikan lebih dari 10 ribu dapur di seluruh Indonesia dengan cakupan 30,5 juta penerima manfaat. Penerima manfaat program ini bukan hanya anak sekolah, tetapi juga ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Ia menyebut, BGN menargetkan pembangunan 30 ribu dapur hingga akhir tahun, dengan masing-masing dapur melayani sekitar 3.000 penerima manfaat. “Kalau ini berhasil, Indonesia akan menjadi program makan bergizi terbesar kedua di dunia setelah India,” katanya.
Tigor menjelaskan, setiap dapur dikelola oleh tiga tenaga profesional muda seperti ahli gizi, akuntan, dan kepala SPPG. Setiap dapur juga memiliki virtual account (VA) bersama untuk mencegah praktik korupsi dan memastikan transparansi pengeluaran dana.
Ia menegaskan, BGN berhati-hati dalam mengelola anggaran Rp71 triliun, yang dibagikan ke dapur-dapur melalui sistem VA terintegrasi. “Kami matikan aspek korupsinya dari sistem, tidak ada pejabat bisa ambil uang karena alur keuangan diturunkan langsung ke dapur,” ucapnya.
Selain itu, Tigor juga menyinggung kasus keracunan makanan yang belakangan terjadi, yang menjadi perhatian serius lembaganya bersama Polri. Menurutnya, dapur-dapur binaan BGN dapat mempekerjakan masyarakat lokal agar saling menjaga kualitas makanan.
Tigor mengatakan, pola perekrutan tenaga dapur yang berasal dari orang tua murid diyakini mampu meminimalisir kelalaian dalam penyajian makanan. “Jadi tidak akan mungkin Bapak-Ibu mereka memasak makanan yang ada racunnya dengan sengaja untuk anak-anaknya, karena anaknya juga yang makan,” kata Tigor
Sementara itu, Ketua Umum Forum Masyarakat Indonesia Emas (Formas), Yohanes Handojo Budhisedjati, menyampaikan dukungan atas pelaksanaan Program MBG. Ia menilai, keterlibatan ahli gizi dan penggunaan teknologi perlu terus diperkuat untuk mencegah potensi kesalahan internal maupun eksternal.
“Keracunan bisa dari internal, tapi juga jangan lupa faktor eksternal dan tangan-tangan jahil, itu perlu dikaji lebih teliti,” kata Yohanes. Ia berharap, BGN dapat menonjolkan peran para pakar gizi agar masyarakat memahami kualitas dan kredibilitas program yang dijalankan.
Yohanes menambahkan, Formas siap mendukung pemerintah melalui evaluasi dan kajian strategis yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi lintas lembaga demi memastikan keberlanjutan program makan bergizi di Indonesia.
Sumber : https://rri.co.id/