Bantul: Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul akan memberikan bantuan hukum kepada Mbah Tupon warga Dusun Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. Pria 68 tahun tersebut diketahui diduga kuat menjadi korban mafia tanah.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Bantul, Hermawan Setiaji mengatakan, pihaknya sudah mengambil langkah terkait kasus tersebut. Pemkab Bantul pun telah mengutus staf di lingkungannya beserta Lurah, untuk mendatangi kediaman Tupon.
“Kami sudah mengutus staf dan lurah untuk berkomunikasi komunikasi dengan Pak Tupon. Yang intinya Pemda itu berkomitmen untuk memberikan advokasi atau pendampingan hukum kepada Pak Tupon,” ucapnya kepada awak media, Minggu (27/4/2025).
Hermawan menambahkan, pihaknya segera menyiapkan pengacara apabila Tupon berkenan. Pengacara tersebut nantinya akan mengawal kasus Tupon hingga tuntas.
“Jika nanti beliau berkenan didampingi dari Pemkab, akan kami siapkan pengacara untuk mendampingi permasalahan Pak Tupon ini sampai selesai. Dan tidak dipungut biaya sama sekali,” ujarnya.
Hal itu lanjut Hermawan, dilakukan agar Mbah Tupon mendapatkan kembali hak-haknya sebagai masyarakat. Apalagi, kondisinya yang tidak bisa baca tulis dimanfaatkan oleh seseorang untuk mengambil alih lahannya.
“Jadi komitmen Pemkab mendampingi beliau untuk mendapatkan perlakuan yang adil sesuai dengan hak-hak beliau,” ucapnya menambahkan.
Lebih lanjut, ia juga memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat. Bebagai dukungan baik secara langsung maupun lewat sosial media, menunjukkan betapa tingginya tingkat kepedulian warga.
Korban mafia tanah
Diberitakan sebelumnya, nasib tragis menimpa Tupon (68) warga Dusun Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, yang terancam kehilangan ribuan meter lahan miliknya. Tupon diduga ditipu oleh mafia tanah yang memanfaatkan kondisinya yang buta huruf.
Anak sulung Tupon, Heri Setiawan (30) mengatakan, peristiwa itu berawal ketika ayahnya hendak menjual sebagian tanah seluas 2.103 meter persegi tersebut. Tupon kemudian menjual tanah seluas 298 meter persegi kepada tetangganya yang berinisial BR.
“Tanah yang dibeli BR (298) dibayar dengan cara dicicil. Nah, sisanya seluas 1.655 meter itu bapak ditawari untuk dipecah menjadi empat, dengan nama bapak dan ketiga anaknya. Pak BR yang menawarkan itu dan janjinya biaya pecah sertifikat ditanggung BR,” kata Heri.
Atas tawaran tersebut, Tupon pun setuju dan menyerahkan sertifikat tanah kepada BR. Sekian lama berlalu, sertifikat yang dijanjikan pun tak kunjung didapatkan.
“Pada Maret 2024, sejumlah orang yang mengaku dari pihak bank kami untuk memasang penanda bahwa tanah tersebut dalam sengketa. Sertifikat tanah milik bapak (1.655 meter) justru beralih atas nama IF. Padahal kami sekeluarga tidak mengenal siapa itu IF,” ucapnya.
Heri menambahkan, tanah dan bangunan tersebut juga telah dijadikan agunan oleh IF dengan nilai Rp1,5 miliar. Pihak bank pun menyebut bahwa tanah itu sudah masuk lelang tahap pertama.
sumber:rri.co.id