Jakarta: Komnas Perempuan mendorong revisi Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) untuk merespons kompleksitas modus kejahatan ini. Komisioner Komnas Perempuan Irwan Setiawan menilai UU No. 21 Tahun 2007 sudah usang dan tidak menjawab tantangan baru.
Menurut Irwan, kemajuan teknologi informasi memperumit modus kejahatan TPPO saat ini. Oleh karena itu, revisi undang-undang perlu memuat ketentuan baru yang adaptif terhadap perkembangan tersebut.
“Harus ada penguatan regulasi yang bisa memberikan ketegasan dalam penindakan hukum kejahatan tersebut,” katanya dalam perbincangan dengan Pro 3 RRI, Sabtu (2/8/2025).
Salah satu poin yang didorong dalam revisi adalah pembentukan Badan Nasional TPPO. Irwan berharap badan ini setara dengan BNN dan BNPT agar memiliki kewenangan dan anggaran yang memadai.
“Jika bentuknya badan akan memiliki struktur organisasi dan pola kerja yang jelas, serta anggaran yang jelas, sehingga penindakan hukumnya juga bisa dilakukan sampai pada jaringan sindikat mereka di luar negeri,” katanya.
Irwan juga menekankan keberadaan badan nasional dapat memperkuat upaya pencegahan dan penanganan kasus TPPO. Ini terutama jika kasus tersebut melibatkan perempuan sebagai korban utama.
Ia menjelaskan penanganan TPPO membutuhkan pendekatan komprehensif dan organisasi yang solid. Badan khusus akan lebih efektif dibanding satuan tugas yang hanya bersifat sementara.
“Selain perbaikan regulasi, penegakan hukum yang lebih tegas, serta organisasi yang lebih baik, perlu juga dimasifkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai TPPO,” ujarnya menambahkan.
Data Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2020–2024 mencatat 267 kasus TPPO yang melibatkan perempuan. Mereka menjadi korban kerja paksa, eksploitasi seksual, penjualan organ, hingga pengantin pesanan.
Dalam dua tahun terakhir, kata Irwan, muncul modus baru berbasis teknologi digital. Perempuan direkrut melalui media sosial untuk dijadikan operator judi daring dan pelaku penipuan daring.
Komnas Perempuan juga mencatat keterkaitan TPPO dengan penyelundupan narkotika lintas negara dan kekerasan berbasis gender. Irwan menyebut akar masalah ini tidak lepas dari kemiskinan struktural dan ketimpangan relasi kuasa.
Sumber : https://rri.co.id/berita-terkini