Lhokseumawe : Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental kini makin tumbuh di kalangan perempuan Aceh. Salah satu buktinya adalah antusias luar biasa terhadap seminar bertajuk “Berdamai Dengan Luka Batin” yang digelar oleh Yayasan Kita Inong Atjeh (KIA) di Aula Kemenag, Lhokseumawe, Sabtu (26/7/2025).
Ini bukan sekadar forum bicara. Ia menjadi ruang rintih yang dirawat, air mata yang diterima, dan pelukan yang tak dihakimi. Di sinilah luka-luka perempuan tak ditutupi, melainkan dipandang dengan kasih sebagai bagian dari hidup yang layak dipulihkan.
Didampingi oleh psikolog Anita Sapitri, S.Psi, serta sang pendiri yayasan Edhitta Deviani, S.Kep., M.Si., acara ini menembus target peserta. Dari rencana 100 orang, membludak menjadi 180. Sebuah bukti sunyi bahwa perempuan Aceh tak lagi ingin menanggung beban sendirian.
“Izinkan sejenak ku berjuang, sebelum kapal ku karam” kutipan pembuka ini tidak sekadar dibaca, tapi merayap ke rongga dada, membuka yang tertutup rapat.
KIA sendiri telah menenun harapan sejak 2015. yang awalnya hanya dari pelatihan menjahit, membuat kue, hingga kini menyentuh ruang terdalam. menyembuhkan jiwa. Lima kabupaten telah mereka jangkau, tapi luka batin rupanya jauh lebih luas dari peta.
“Kami hanya perempuan biasa. Tapi kami tahu betapa sakitnya menyimpan luka sendirian. Seminar ini awalnya untuk kami sendiri. Tapi ternyata, Aceh masih menyimpan banyak tangis yang tak sempat keluar,” ucap Edhitta.
Salah satu peserta, Rika (34 tahun), tak kuasa menahan haru saat sesi letting go. “Saya kira ini hanya seminar motivasi biasa. Tapi saya menangis tanpa bisa berhenti. Ada ruang di hati saya yang akhirnya bisa bernafas. Saya pulang hari ini tidak dengan ilmu, tapi dengan keberanian baru,” ungkapnya dengan penuh kelegaan.
Seminar ini bukan tentang teori psikologi atau sesi motivasi instan. Ini tentang keberanian untuk mengakui luka, menatapnya, dan memeluknya. Di sinilah revolusi dimulai: bukan di jalan-jalan, tapi dalam dada para perempuan yang memilih untuk tetap hidup.
Kepada RRI, Edhitta mengatakan Kegiatan akan berlanjut ke Kabupaten Bireuen pekan depan, dan kabarnya, hingga Oktober jadwal sudah padat. Bukan karena popularitas melainkan karena hati-hati yang menunggu ruang untuk kembali utuh. Karena hari ini, di Aceh, para perempuan tak lagi sekadar kuat dalam diam. Mereka belajar sembuh bersama dalam pelukan, bukan dalam intimidasi
Sumber : https://rri.co.id/